artikel : 13 Jenis Pernikahan yang Dilarang Dalam Islam - Bagi 2
8. Nikah Yang Menghimpun Wanita Dengan Bibinya, Baik Dari Pihak Ayahnya Maupun Dari Pihak Ibunya
Berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ يُجْمَعُ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا وَلاَ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَخَالَتِهَا.
“Tidak boleh dikumpulkan antara wanita dengan bibinya (dari pihak ayah), tidak juga antara wanitadengan bibinya (dari pihak ibu).” [10]
9. Nikah Dengan Isteri Yang Telah Ditalak Tiga
Wanita diharamkan bagi suaminya setelah talak tiga. Tidak dihalalkan bagi suami untuk menikahinya hingga wanitu itu menikah dengan orang lain dengan pernikahan yang wajar (bukan nikah tahlil), lalu terjadi cerai antara keduanya. Maka suami sebelumnya diboleh-kan menikahi wanita itu kembali setelah masa ‘iddahnya selesai.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ ۗ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Kemudian jika ia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum ia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas isteri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan.” [Al-Baqarah : 230]
Wanita yang telah ditalak tiga kemudian menikah dengan laki-laki lain dan ingin kembali kepada suaminya yang pertama, maka ketententuannya adalah keduanya harus sudah bercampur (bersetubuh) kemudian terjadi perceraian, maka setelah ‘iddah ia boleh kembali kepada suaminya yang pertama.
Dasar harus dicampuri adalah sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ، حَتَّى تَذُوْقِى عُسَيْلَتَهُ وَيَذُوْقِى عُسَيْلَتَكِ.
“Tidak, hingga engkau merasakan madunya (bersetubuh) dan ia merasakan madumu.”[11]
10. Nikah Pada Saat Melaksanakan Ibadah Ihram
Orang yang sedang melaksanakan ibadah ihram tidak boleh menikah, berdasarkan sabda Nabi shallal-laahu ‘alaihi wa sallam:
اَلْمُحْرِمُ لاَ يَنْكِحُ وَلاَ يَخْطُبُ.
“Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah atau melamar.” [12]
11. Nikah Dengan Wanita Yang Masih Bersuami
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
“Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami…” [An-Nisaa’ : 24]
12. Nikah Dengan Wanita Pezina/Pelacur
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
“Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan perempuan musyrik; dan pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan laki-laki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang mukmin.” [An-Nuur : 3]
Seorang laki-laki yang menjaga kehormatannya tidak boleh menikah dengan seorang pelacur. Begitu juga wanita yang menjaga kehormatannya tidak boleh menikah dengan laki-laki pezina. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ ۖ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ ۚ أُولَٰئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ ۖ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rizki yang mulia (Surga).” [An-Nuur : 26]
Namun apabila keduanya telah bertaubat dengan taubat yang nashuha (benar, jujur dan ikhlas) dan masing-masing memperbaiki diri, maka boleh dinikahi.
Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma pernah berkata mengenai laki-laki yang berzina kemudian hendak menikah dengan wanita yang dizinainya, beliau berkata, “Yang pertama adalah zina dan yang terakhir adalah nikah. Yang pertama adalah haram sedangkan yang terakhir halal.”[13]
13. Nikah Dengan Lebih Dari Empat Wanita
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ
“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat…” [An-Nisaa’ : 3]
Ketika ada seorang Shahabat bernama Ghailan bin Salamah masuk Islam dengan isteri-isterinya, sedangkan ia memiliki sepuluh orang isteri. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memilih empat orang isteri, beliau bersabda,
أَمْسِكْ أَرْبَعًا وَفَارِقْ سَائِرَهُنَّ.
“Tetaplah engkau bersama keempat isterimu dan ceraikanlah selebihnya.” [14]
Juga ketika ada seorang Shahabat bernama Qais bin al-Harits mengatakan bahwa ia akan masuk Islam sedangkan ia memiliki delapan orang isteri. Maka ia mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan men-ceritakan keadaannya. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اخْتَرْ مِنْهُنَّ أَرْبَعًا.
“Pilihlah empat orang dari mereka.” [15]
[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Bogor – Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa’dah 1427H/Desember 2006]
Oleh: Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Sumber: https://almanhaj.or.id/3233-pernikahan-yang-dilarang-dalam-syariat-islam.html
_______
Footnote
[1]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1416) dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu.
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1415 (60)) dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma. Diriwayatkan juga oleh Ahmad (III/165), al-Baihaqi (VII/200), Ibnu Hibban (no. 4142) dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Shahiihul Jaami’ (no. 7501).
[3]. Lihat al-Wajiiz (hal. 296-297) dan al-Mausuu’ah Fiqhiyyah al-Muyassarah (hal. 53-56)
[4]. Muhallil adalah seorang laki-laki yang menikahi seorang wanita atas suruhan suami sebelumnya yang telah mentalaknya tiga kali. Hal ini bertujuan agar mantan suami itu dapat menikahi wanita tersebut setelah masa ‘iddahnya selesai.
[5]. Muhallala lahu adalah seorang suami yang telah mentalak tiga isterinya kemudian menyuruh seorang laki-laki untuk menikahi mantan isterinya lalu mentalaknya agar ia dapat menikahi mantan isterinya kembali setelah masa ‘iddahnya selesai.
[6]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2076), at-Tirmidzi (no. 1119), Ibnu Majah (no. 1935), dari Shahabat ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Shahiihul Jaami’ (no. 1501), lihat juga al-Wajiiz (hal. 297-298) dan al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah al-Muyassarah (hal. 49-52).
[7]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1406 (22)).
[8]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1406 (21)), dari Shahabat Sabrah al-Juhani radhiyallaahu ‘anhu. Lihat al-Wajiiz (hal. 298) dan Mausuu’ah al-Fiqhiyyah (hal. 47-49).
[9]. Menikah dengan wanita Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) dibolehkan berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Maa-idah ayat 5.
[10]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5108), Muslim (no. 1408), at-Tirmidzi (no. 1126), an-Nasa-i (VI/96), Abu Dawud (no. 2065), Ahmad (II/401, 423, 432, 465), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu.
[11]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5317), Muslim (no. 1433), at-Tirmidzi (no. 1118), an-Nasa-i (VI/94) dan Ibnu Majah (no. 1932).
[12]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1409), at-Tirmidzi (no. 840) dan an-Nasa-i (V/192), dari Shahabat ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallaahu ‘anhu.
[13]. Diriwayatkan oleh al-Baihaqi (VII/155). Lihat Adabul Khitbah waz Zifaf (hal. 29-30).
[14]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 1128), Ibnu Majah (no. 1953), al-Hakim (II/192-193), al-Baihaqi (VII/149, 181) dan Ahmad (II/44).
[15]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2241), Ibnu Majah (no. 1952), dan al-Baihaqi (VII/183). Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albani rahimahullaah dalam Silsilah ash-Shahiihah (no. 1885).
Demikianlah Informasi tentang 13 Jenis Pernikahan yang Dilarang Dalam Islam - Bagi 2
Sekian Artikel 13 Jenis Pernikahan yang Dilarang Dalam Islam - Bagi 2, mudah-mudahan bisa memberikan manfaat untuk anda semua. baiklah, Itulah postingan kali ini.
Anda sedang membaca artikel 13 Jenis Pernikahan yang Dilarang Dalam Islam - Bagi 2 Semoga artikel ini bisa bermanfaat. Terima Kasih Telah Berkunjung dan Jangan Lupa Share Ke Media Social.
Tag : Dakwah Islam, Pernikahan, Suami Istri,
0 comments:
Post a Comment